2 Agustus 2017, anak perusahaan TIRA yaitu PT Alpha Austenite menandatangani perjanjian usaha patungan dengan PT Stahlindo Engineering untuk membentuk usaha patungan yang berdomisili di Bogor dengan nama PT. Tira Stahlindo Indonesia. Sampai dengan saat ini komposisi saham masih tetap seperti awal dibentuk yaitu PT Alpha Austenite (60%) dengan PT Stahlindo Engineering (40%). Perusahaan bergerak dibidang Ferrous Foundry yang akan melengkapi PT Alpha Austenite yang telah 45 tahun bergerak dibidang Non Ferrous Foundry
Pada tahun 2003 TIRA memutuskan untuk menjadikan bisnis gas industri sebagai salah satu unit bisnis strategis. Aktivitas PT Mitra Guna Gas diakuisisi oleh PT Multi Guna Gas dan pada akhirnya menjadi Divisi Gas Industri yang menjalin aliansi dengan PT Air Product Indonesia dan PT Linde Indonesia (sebelumnya PT BOC Gases Indonesia).
4 April 1997 TIRA mendirikan anak perusahaan baru yang bergerak di bidang distribusi gas-gas industri dan medis dalam tabung yaitu PT Mitra Guna Gas yang pada saat itu bertindak sebagai distributor ekslusif dari PT Aneka Gas Industri.
26 April 1996 TIRA melakukan diversifikasi usahanya dengan masuk ke bisnis gas industri dengan membeli 20% saham PT Aneka Gas Industri bersama-sama dengan salah satu perusahaan gas terkemuka di dunia dari Jerman yaitu Messer Griesheim yang saat itu juga membeli 30% saham di PT Aneka Gas Industri, sementara 50% saham lainnya pada saat itu dimiliki oleh pemerintah Indonesia.
Pada tanggal 27 Juli 1993, Perseroan melakukan initial public offering pada Bursa Efek Jakarta (Sekarang disebut Bursa Efek Indonesia) dan karenanya sejak itu Perseroan resmi menjadi perusahaan publik atau menjadi PT Tira Austenite Tbk dengan kode TIRA
Untuk mengembangkan usahanya Perseroan mendirikan anak perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur yaitu PT Alpha Austenite pada tanggal 15 November 1977
Pada tanggal 8 April 1974 berdiri PT Tira Austenite yang berkantor di Jalan Museum No. 13 Jakarta. Saat itu Perseroan menjadi salah satu anak perusahaan dari PT Tigaraksa dengan kepemilikan 50% saham. Sedangkan kepemilikan saham yang 50% lainnya dimiliki oleh Bapak Johnny Santoso. Susunan pengurus Perseroan pada saat itu terdiri dari satu orang Komisaris yaitu Bapak Johnny Santoso dan seorang Direktur yaitu Bapak Andi Mulja yang merupakan perwakilan dari PT Tigaraksa.
Berawal di tahun 1971, Bapak Johnny Santoso yang pada saat itu baru saja memperoleh gelar Diploma Ing di Jerman Barat. Dengan berbekal ilmu di bidang teknik yang diperolehnya, beliau kembali ke Indonesia dan mulai memasarkan beberapa barang teknik yaitu mesin las dan kawat las dengan merek Messer Griesheim. Di awal usahanya Bapak Johnny Santoso bekerjasama dengan PT Tigaraksa, sebuah perusahaan yang dimiliki oleh keluarga Widjaja dimana Bapak Drs. Johnny Widjaja salah satu pemilik perusahaan tersebut. Dalam kerjasama ini Bapak Johnny Santoso diberi kepercayaan untuk memimpin Divisi Teknik PT Tigaraksa yang memasarkan produk- produk teknik dari Eropa khususnya kawat las dan mesin las. Melihat hasil penjualan dan potensi industri di Indonesia yang pada saat itu sangat menjanjikan, muncul pemikiran untuk menjadikan Divisi Teknik PT Tigaraksa tersebut menjadi entitas tersendiri dengan bisnis utamanya adalah memasarkan produk-produk teknik dari luar negeri.